Kamis, 05 Desember 2013

Pangeran Berkuda Putih

| |


“Ayo, Yuuki! Ayo! Terus, Yuuki!” teriak Eru. Aku hanya memandangnya sekilas, lalu mengalihkan pandanganku pada anak laki-laki yang dia teriaki. Anak laki-laki itu sedang menggiring bola ke gawang lawannya, yaitu kelas 8-D. Aku melihatnya yang berkeringat sambil tersenyum.
Aku telah menyukai Yuuki sejak lama, pada saat kelas 6 SD dulu, saat aku dan dia belajar di bimbingan belajar yang sama. Aku sendiri tak tau kenapa aku menyukainya. Saat pertama kali aku memandang matanya, aku merasa ada yang lain darinya.Aku merasa dia adalah pangeran berkuda putih yang akan datang padaku. Ya, aku tau, mungkin itu agak berlebihan. Tapi, memang itu yang kurasakan.
“Goool!!!” tiba-tiba Eru berteriak lebih kencang.
“Yuuki! Kau hebat!” tambahnya saat peluit ditiup tanda permainan telah usai.
Yuuki berjalan ke luar lapangan sambil tersenyum dan menghapus keringat di dahinya. Aku segera kembali ke kelas sebelum dia menyadari aku memandanginya sejak tadi.
Sesampainya di kelas, aku melihat Ginny meletakkan kepalanya di meja. Aku pikir dia bosan. Hari ini adalah hari-hari Classmeeting. Jadi, diadakan pertandingan-pertandingan antar kelas dan murid-murid dibebaskan dari pelajaran.
“Lily! Antar aku beli jajan dong!” seru Ginny saat aku sudah berada di dekatnya.
Aku mengangguk dan kami pun keluar kelas dan menuju ke kantin sekolah.
“Hei, Kenapa sih dari tadi kau di luar?” tanya Ginny saat kami telah duduk di bangku kantin sambil memakan makanan ringan yang baru kami beli.
“Biasa.” jawabku sambil tersenyum, mengingat-ingat Yuuki tadi.
“Ah, aku tau! Pasti kau memandangi si Yuuki itu kan? Aduh Lily! Sudah berapa kali kubilang padamu? Dia itu tidak baik. Coba pikir, dia berganti pacar sama dengan dia berganti pakaian! Bagaimana kau bisa menyukai orang seperti itu sih?”
“Iya Gin. Aku tau dia sering berganti pacar, tapi tetap saja tidak mungkin sebanyak dia berganti pakaian!”
Ginny menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu berkata, “Kau mau tau apa pendapatku? Kurasa kau telah dibutakan oleh yang namanya suka.”
“Mungkin.” jawabku sambil tersenyum.
Ginny menggeleng-gelengkan kepalanya lagi lalu memakan makanan ringannya.
“Hei, kenapa kalian ada disini?” kata sebuah suara dari belakng kami. Aku menoleh dan melihat Kazuki memandang kami dengan pandangan mencela sambil berkacak pinggang.
“Oh, kau Kazu, kukira siapa! Terserah kami dong! Kau sendiri juga kenapa ada disini?” jawab Ginny.
“Kalian ini! Tau tidak, badminton putra kelas kita sedang bertanding tuh! Kenapa kalian tidak memberi dukungan dan malah enak-enakan makan disini!”
“Yee, kau sendiri juga tidak memberi dukungan begitu!” balasku
“Aku sudah main saat futsal tadi! Kalian dari tadi tidak kelihatan!”
“Memangnya kami apa tidak kelihatan? Oh ya, badmintonnya lawan kelas apa nih?”
“Kalau nggak salah sih kelas 8-C. Lawannya kuat pokoknya! Kalau tidak salah namanya Yuuki.”
Aku langsung terlonjak mendengar nama Yuuki disebut. Aku harus menontonnya bertanding! Mana mungkin aku melewatkan kesempatan seperti ini?
“Ginny! Ayo lihat!” ajakku                                         
Ginny menghela nafas panjang dan sepertinya pasrah, lalu mengangguk dan mengikutiku keluar kantin, menuju lapangan badminton.
“Hei, kenapa kalian buru-buru begitu? Hei!” teriak Kazuki yang kebingungan saat melihat kami meninggalkannya di kantin.
Di jalan kami menuju lapangan, aku mendengar Ginny bergumam, “Selalu saja begini!” dan menghela nafas.
Aku dan Ginny menonton Yuuki bertanding sampai selesai. Ginny bersorak mendukung kelas kami seperti yang lainnya. Sedangkan aku hanya diam dan dalam hati mendukung Yuuki.
Akhirnya, pertandingan badminton pun selesai dengan kekalahan kelasku dan kemenangan kelas Yuuki. Hal itu membuatku sangat senang dan hampir bersorak gembira.
Pada pukul 12 siang, sekolah sudah sepi, namun aku belum juga dijemput.
“Lily, antar aku ke depan yuk! Aku sudah dijemput nih!” kata Ginny
“Iya, iya. Ayo ambil tas dulu.”
Kami pun kembali ke kelas dan mengambil tas masing-masing. Di kelas, kulihat tak ada satu pun tas yang ada kecuali tasku dan Ginny.
“Ternyata, hanya tinggal kita di kelas ini.” seru Ginny saat melihat ke sekeliling kelas.
“Iya. Tapi, dimana Phy dan Luqy?”
“Mungkin mereka berkeliling sekolah seperti biasa.” jawab Ginny sambil mengangkat bahunya. Lalu, dia keluar dan aku mengikutinya.
Sesampainya diluar kelas, aku melihat Yuuki sedang berjalan ke arahku. Aku terpaku di tempatku berdiri. Dia berjalan ke arahku? Apakah ini mimpi?
“Aku duluan. Ingat kata-kataku, dia tidak sebaik yang kaupikirkan.” Kata Ginny lalu bergegas meninggalkanku.
“Hai.” Sapa Yuuki begitu dia sampai di depanku.
Aku hanya tersenyum untuk menjawab sapaannya.
“Kau tau dimana Eru tidak?”
Aku menggeleng, lalu berkata, “Kurasa dia sudah pulang. Kelas kami sudah kosong.”
“Oh, terima kasih. Oh ya, sepertinya kita pernah bertemu. Dimana ya?”
Apa? Dia ingat?
“Ah ya! Kita satu bimbingan belajar bukan saat kelas 6? Kalau tidak salah namamu Lily. Iya kan?”
Aku mengangguk. Ini rasanya benar-benar seperti mimpi! Aku bisa melayang kalau terus-terusan begini!
“Tuh kan benar! Cukup mudah untuk mengenalimu. Oh ya, kau ingat aku pernah meminta nomor ponselmu saat kelas 6 dulu?”
Aku mengangguk lagi. Rasanya mulutku terkunci rapat dan aku tidak bisa berbicara sama sekali.
“Yah, sebenarnya aku masih menyimpan nomormu sampai sekarang. Kau belum mengganti nomormu kan?”
Aku menggeleng cepat. Saat aku melihat wajah Yuuki, dia terlihat lega dan bersyukur.
“Syukurlah! Soalnya aku ingin bisa menghubungimu.” katanya lagi.
Oh tidak! Sepertinya aku melayang lebih tinggi deh!
“Oh ya, Eru juga pernah bercerita padaku tentangmu.” lanjutnya
 “Ap-apa yang dia katakan padamu?” tanyaku tergagap
“Dia bilang kau seorang pemimpi yang selalu menulis mimpinya di buku khusus. Dia juga bilang kau tukang melamun dan berkhayal. Katanya kau juga suka bicara sendiri.” katanya sambil tertawa terbahak.
Aku tertegun mendengar ucapannya. Di satu sisi, aku marah, sangat marah pada Eru karena mengatakan yang bukan-bukan. Dia memang tidak sepenuhnya berbohong, aku memang bisa dibilang sebagai pemimpi, tapi aku tidak suka berkhayal dan bicara sendiri! Yang kutulis itu adalah cerita, bukannya khayalanku!
Tapi, di sisi lain aku sakit hati. Hatiku hancur berkeping-keping. Setelah aku merasa melayang-layang di langit, aku seperti dijjatuhkan, bukan, dilemparkan begitu saja hingga hancur saat mencapai bumi. Mungkin malah sudah hancur sebelum mencapai bumi.
Tanpa kusadari, air mataku mulai bercucuran sampai pipiku basah. Melihatku yang menangis, tawa Yuuki berhenti. Wajahnya berubah menjadi panik.
“Lily? Kau kenapa?” tanyanya bingung.
Aku tetap diam. Namun, air mataku mengalir semakin deras. Yuuki yang selama ini kukagumi, kusukai diam-diam, ternyata menertawakan diriku di depan mataku. Kukira dia berbeda dari anak-anak lain, kukira dia adalah pangeran berkuda putih yang akan datang menyongsongku. Ternyata dia tak lebih baik dari yang dibilang Ginny.
“Lily? Ada apa denganmu? Ayolah, jangan membuatku panik!” kata Yuuki lagi.
 “Kau bodoh Yuuki! Benar benar bodoh! Kau pikir bagaimana perasaanku saat kau bilang itu semua? Kau pikir aku akan ikut tertawa bersamamu? Kau tau, selama ini aku berpikir kau itu seperti pangeran berkuda putih. Tapi ternyata, kau tidak lebih dari orang yang tidak punya perasaan!”
Setelah berkata begitu, aku berlari meninggalkannya. Aku berlari dan terus berlari mengelilingi sekolah tanpa tujuan. Hingga akhirnya aku sampai di halaman belakang sekolah dan duduk bersandar pada dinding gedung.
Disana aku menangis tersedu-sedu tanpa henti. Hatiku hancur karena perkataan Yuuki. Dia benar-benar tak punya perasaan! Bagaimana aku bisa menyukainya dulu? Bagaimana aku bisa menganggapnya berbeda? Bagaimana aku bisa tertipu dengan tatapan matanya?
Di tengah-tengah tangisanku, samar-samar aku mendengar suara tawa nyaring yang akrab di telingaku dan teriakan seseorang.
“Luqy! Berhenti!” teriak suara itu. Lalu ada suara lain yang menjawabnya dengan tertawa.
Suara itu semakin mendekat hingga aku mendengarnya berkata, “Lily? Sedang apa disini?”
Aku mendongak dan melihat Luqy memperhatikanku dengan bingung. Di belakangnya ada Phy yang juga melihatku dengan tatapan bingung.
“Luqy! Lily menangis!” kata Phy kaget.
“Lily? Kenapa? Kenapa kau menangis?” tanya Luqy.
“Yuuki.” jawabku pendek.
Mereka tertegun, lalu memelukku dan menenangkanku dengan segala kalimat penenang yang mereka tau. Aku mengelap air mata yang ada di pipiku. Ingin rasanya aku bisa berhenti menangis. Tapi, entah kenapa aku tidak bisa.
“Hei, kalian kenapa berpelukan begitu? Kalian tidak normal ya?”
Aku, Luqy, dan Phy menoleh untuk melihat siapa yang berbicara. Ternyata dia adalah Kazuki.
“Apa yang kau lakukan disini?!” tanya Luqy kesal.
“Kau mengikuti kami ya?” tambah Phy.
“Enak saja kalian menuduh! Aku tidak mengikuti kalian kok! Hei Lily, kau kenapa? Menangis begitu, seperti bayi saja!”
Sial! Bisa-bisanya Kazuki mengolokku yang sedang sakit hati begini. Kazu, awas kau ya!
Aku pun bangkit dan mulai mengejar Kazuki. Kazuki yang melihatku bangkit segera lari.
“Apa kau bilang tadi? Coba ulangi lagi!” geramku sambil tetap mengejar Kazuki.
“Tidak ada siaran ulang untukmu!” katanya sambil menoleh dan menjulurkan lidahnya ke arahku.
Mungkin, aku tidak mendapatkan Yuuki sebagai pangeran berkuda putihku. Tapi, aku masih memiliki teman-teman yang sangat menyayangiku dan selalu menghiburku.
***

0 komentar:

go-top

Posting Komentar

Statistics

NYD. Diberdayakan oleh Blogger.
 
 

Ly-brary of my life | Diseñado por: Compartidísimo
Con imágenes de: Scrappingmar©

 
top